FADILAH PUASA TARWIYAH AROFAH
Puasa
Arafah adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada hari Arafah yakni tanggal 9
bulan Dzulhijah pada kalender Islam Qamariyah/Hijriyah. Puasa ini sangat
dianjurkan bagi kaum Muslimin yang tidak menjalankan ibadah haji.
Kesunnahan
puasa Arafah tidak didasarkan adanya wukuf di Arafah oleh jamaah haji, tetapi
karena datangnya hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah. Maka bisa jadi hari Arafah
di Indonesia tidak sama dengan di Saudi Arabia
yang hanya berlainan waktu 4-5 jam. Ini tentu berbeda dengan kelompok umat
Islam yang menghendaki adanya ‘rukyat global’, atau kelompok yang ingin
mendirikan khilafah islamiyah, dimana penanggalan Islam disamaratakan seluruh
dunia, dan Saudi Arabia menjadi acuan utamanya.
Keinginan
menyamaratakan penanggalan Islam itu sangat bagus dalam rangka menyatukan hari
raya umat Islam, namun menurut ahli falak, keinginan ini tidak sesuai dengan
kehendak alam atau prinsip-prinsip keilmuan. Rukyatul hilal atau observasi
bulan sabit yang dilakukan untuk menentukan awal bulan Qamariyah atau Hijriyah
berlaku secara nasional, yakni rukyat yang diselenggarakan di dalam negeri
masing-masing dan berlaku satu wilayah hukum. Ini juga berdasarkan petunjuk
Nabi Muhammad SAW sendiri.
Penentuan
hari arafah itu juga ditegaskan dalam Bahtsul Masa’il Diniyah Maudluiyyah pada
Muktamar Nahdlatul Ulama XXX di Pondok Pesantren Lirboyo, akhir 1999.
Ditegaskan bahwa yaumu arafah atau hari Arafah yaitu tanggal 9 Dzulhijjah
berdasarkan kalender negara setempat yang berdasarkan pada rukyatul hilal.
Adapun
tentang fadhilah atau keutamaan berpuasa hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah
didasarkan pada hadits berikut ini:
صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ
سَنَتَيْنِ مَاضِيَةً وَمُسْتَقْبَلَةً وَصَوْمُ عَاشُوْرَاَء يُكَفِّرُ سَنَةً
مَاضِيَةً
Puasa
hari Arafah menebus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang dan
puasa Asyura (10 Muharram) menebus dosa setahun yang telah lewat. (HR Ahmad,
Muslim dan Abu Daud dari Abi Qotadah)
Selain
itu, memang pada hari-hari pada sepersepuluh bulan Dzulhijjah adalah hari-hari
yang istimewa untuk menjalankan ibadah seperti puasa. Abnu Abbas RA
meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda:
مَا مِنْ أيَّامٍ الْعَمَلُ
الصَّالِحُ فِيْهَا أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِيْ
أَياَّمُ اْلعُشْرِ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ! وَلَا الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ
اللهِ؟ قَالَ: وَلَا الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ إلَّا رَجُلٌ خَرَجَ
بِنَفْسِهِ وَمَالِهُ فَلَمْ يَرْجِعُ مِنْ ذَلِكَ شَيْءٌ
Diriwayatkan
Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada perbuatan yang lebih disukai oleh Allah SWT,
dari pada perbuatan baik yang dilakukan pada sepuluh hari pertama di bulan
Dzulhijjah. Para sahabat bertanya: Ya
Rasulallah, walaupun jihad di jalan Allah? Rasulullah bersabda: Walau jihad
pada jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta
bendanya, kemudian tidak kembali selama-lamanya atau menjadi syahid. (HR
Bukhari)
Puasa
Arafah dan Tarwiyah sangat dianjurkan bagi yang tidak menjalankan ibadah haji
di tanah suci. Adapun teknis pelaksanaannya mirip dengan puasa Ramadhan.
Bagi
kaum Muslimin yang mempunyai tanggungan puasa Ramadhan juga disarankan untuk
mengerjakannya pada hari Arafah ini, atau hari-hari lain yang disunnahkan untuk
berpuasa. Maka ia akan mendapatkan dua pahala sekaligus, yakni pahala puasa
wajib (qadha puasa Ramadhan) dan pahala puasa sunnah. Demikian ini seperti
pernah dibahas dalam Muktamar NU X di Surakarta tahun 1935, dengan mengutip
fatwa dari kitab Fatawa al-Kubra pada bab tentang puasa:
يُعْلَمُ أَنَّ اْلأَفْضَلَ
لِمُرِيْدِ التََطَوُّعِ أَنْ يَنْوِيَ اْلوَاجِبَ إِنْ كَانَ عَلَيْهِ وَإِلَّا
فَالتَّطَوُّعِ لِيَحْصُلَ لَهُ مَا عَلَيْهِ
Diketahui
bahwa bagi orang yang ingin berniat puasa sunnah, lebih baik ia juga berniat
melakukan puasa wajib jika memang ia mempunyai tanggungan puasa, tapi jika ia
tidak mempunyai tanggungan (atau jika ia ragu-ragu apakah punya tanggungan atau
tidak) ia cukup berniat puasa sunnah saja, maka ia akan memperoleh apa yang
diniatkannya.
Comments